Kesehatan Pencernaan / Makanan Yang Harus Dihindari Penderita Tifus
Makanan Yang Harus Dihindari Penderita Tifus
Penanganan penyakit tifus memerlukan ketelatenan dan kesabaran yang tinggi. Hal ini terutama lebih dikarenakan oleh lamanya penyakit ini untuk bisa sembuh total. Belum lagi pantangan-pantangan yang harus dilakukan agar penyakit ini tidak menjadi lebih parah. Sungguh, semua halnya memerlukan ekstra perhatian.Hal-hal yang menjadi perhatian saat sakit tifus sebenarnya tidak terlalu banyak.
Hal-hal tersebut di antaranya saja adalah adanya makanan yang harus dihindari penderita tifus, tidak bolehnya penderita untuk banyak bergerak, keharusan penderita untuk istirahat total (bedrest), hingga mungkin rawat inap (opname) di rumah sakit. Dari sekian hal yang menjadi perhatian, makanan yang harus dihindari penderita tifus akan menjadi bahasan kita kali ini.Makanan yang harus dihindari penderita tifus cukup mudah karena makanan bagi penderita tifus hanya boleh bubur nasi atau bubur buah manis yang sangat encer. Makanan-makanan ini harus dihindari karena efeknya terhadap perut penderita, terutama bagian usus yang memang sedang ‘bermasalah’.
Makanan-makanan yang terlarang bagi penderita tifus ini di antaranya adalah makanan pedas, makanan berlemak, kopi, serta minuman bersoda.Makanan pedas di dalam perut yang normal akan membuat organ-organ pencernaan panas. Luka di dalam usus akibat bakteri Salmonella typhi selama tifus jika diberi makanan pedas akan mengalami pembengkakan dan mungkin pendarahan. Nah, jika sudah begini, kesembuhan penyakit tifus yang diderita akan semakin lama. Bahkan jika dilakukan, ini bisa membawa kematian penderita.Makanan berlemak dicerna tubuh lebih lama daripada makanan berkarbohidrat. Hal ini karena ikatan kimia lemak yang lebih kompleks dan juga karena pencernaan lemak baru terjadi di dalam usus. Bukan di mulut atau di lambung seperti layaknya karbohidrat. Jika penderita tifus mengonsumsi makanan berlemak, ususnya yang justru sedang ‘bermasalah’ dipaksa untuk ‘bekerja’. Bukan hal mustahil, ini bisa menyebabkan pendarahan usus. Jika sudah begini kesembuhan penyakit juga akan lama dan mungkin bisa menyebabkan kematian.Di dalam perut kopi bisa memicu naiknya tingkat keasaman lambung. Jika penderita tifus mengonsumsi kopi, bisa Anda bayangkan seperti apa jadinya? Ya, usus yang sedang luka diberi asam maka sudah pasti lapisan-lapisan mukosa usus bisa tergerus dan akhirnya terjadi pendarahan. Lagi-lagi, ini bisa menyebabkan kematian.Hal yang sama juga terjadi pada minuman bersoda. Karbonasi soda di dalam perut bisa menyebabkan naiknya kadar keasaman lambung. Maka seperti kopi, ini bisa menyebabkan kematian.
Senin, 09 Desember 2013
Senin, 30 September 2013
Makalah Ilmu Sosial Budaya Dasar
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena
atas rahmat-Nya maka saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini yang
berjudul “Manusia Keragaman Dan Kesetaraan”.
Penulisan makalah merupakan salah satu tugas dan
persyaratan untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Ilmu Sosial Dan Budaya Dasar
Universitas Indra Prasta Fakultas Pendidikan Ekonomi Jakarta. Harapan kami semoga makalah ini membantu
menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat
memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini, dan kami harapkan kedepannya dapat
lebih baik.
Daftar Isi
KataPengantar . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . 1
Daftar Isi . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
Bab I Pendahuluan . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
3
1.1.Latar Belakang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3
1.2.Rumusan
masalah . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 5
1.3.Tujuan dan
manfaat penulisan . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 5
1.4.Metode
Penulisan . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 5
1.5.Sistematika
Penulisan . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 5
Bab II Pembahasan . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
6
A. Hakikat Keragaman dan Kesetaraan Manusia . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . 6
B. Kemajemukan Dalam Dinamika Sosial Budaya . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. 7
C. Kemajemukan dan Kesetaraan Sebagai Kekayaan
Sosial Budaya Bangsa . . . . 9
D. Problematika Keragaman dan Kesetaraan Serta Solusi
Dalam Kehidupan . . . 11
Bab III
Kesimpulan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 15
Bab IV
Penutup . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 16
Daftar
Pustak . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . 17
Bab I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
ISBD
bukanlah suatu disiplin ilmu yang berdiri sendiri, melainkan hanyalah suatu pengetahuan mengenai aspek-aspek yang paling
dasar yang ada dalam kehidupan manusia sebagai makhluk sosial yang berbudaya,
dan masalah-masalah yang terwujud daripadanya. Memberikan landasan dan wawasan yang luas, serta menumbuhkan sikap
kritis, peka, dan arif untuk memahami
keragaman, kesetaraan, dan kemartabatan manusia dalam kehidupan bermasyarakat
selaku individu dan makhluk sosial yang
beradab serta bertanggung jawab terhadap sumber daya dan lingkungannya.
Setiap
manusia dilahirkan setara, meskipun dengan keragaman identitas yang disandang.
Kesetaraan merupakan hal yang inheren yang dimiliki manusia sejak lahir. Setiap
individu memiliki hak-hak dasar yang sama yang melekat pada dirinya sejak
dilahirkan atau yang disebut dengan hak asasi manusia. Kesetaraan
dalam derajat kemanusiaan dapat terwujud dalam praktik nyata dengan adanya
pranata-pranata sosial, terutama pranata hukum, yang merupakan mekanisme
kontrol yang secara ketat dan adil mendukung dan mendorong terwujudnya
prinsip-prinsip kesetaraan dalam kehidupan nyata.
Kebudayaann Indonesia
dapat didefinisikan sebagai seluruh kebudayaan Indonesia yang telah ada sebelum
terbentuknya negara Indonesia pada tahun 1945. Keberagaman menjamin kehormatan
antarmanusia di atas perbedaan, dari seluruh prinsip
ilmu pengetahuan yang berkembang di dunia, baik ilmu ekonomi, politik, hukum,
dan sosial. Pancasila yang digali dan dirumuskan para pendiri bangsa ini adalah sebuah
rasionalitas yang telah teruji. Pancasila adalah rasionalitas kita sebagai
sebuah bangsa yang majemuk, yang multi agama, multi bahasa, multi budaya, dan
multi ras yang bernama Indonesia.
1.2 Rumusan masalah
Untuk membahas tentang persatuan Indonesia
dengan mengangkat tema kemajemukan budaya di Indonesia terdapat rumusan masalah
sebagai berikut;
1.
Makna apa yang terdapat dalam keragaman dan kesetaraan manusia?
2.
Bagaimana Kemajemukan dalam dinamika social budaya?
3.
Apa saja yang terjadi dalam kemajemukan dan kesetaraan social budaya bangsa?
4.
Apakah muncul konflik dengan adanya keanekaragaman budaya Indonesia?
5.
Solusi apa yang diberikan Pancasila terhadap konflik keanekaragaman budaya?
6.
Bagaimana keadaan budaya Indonesia saat ini?
1.3 Tujuan dan manfaat penulisan
Penulis dan pembaca pada khususnya dapat menghayati dan
mengamalkan sila persatuan Indonesia ini dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Saling hormat dan menghormati dan menghargai keberagaman
disekitarnya. Meyakini bahwa semboyan bhineka tunggal ika merupakan suatu hal
yang nyata. Dan itu pasti adanya, karena di mana pun kita tinggal, dengan
baahasa apa kita bicara, agama apa yang kita anut, dan adat yang kita pakai.
Manfaat dari penulisan makalah ini adalah untuk
meningkatkan pengetahuan penulis dan pembaca tentang manusia dalam pandangan
islam dan untuk membuat kita lebih memahami manusia dalam konsep dan
penciptaannya dalam islam.
1.4 Metode Penulisan
Penulis memakai metode studi literatur dan kepustakaan
dalam penulisan makalah ini. Referensi makalah ini bersumber tidak hanya dari
buku, tetapi juga dari media media lain seperti e-book dan perangkat media
massa yang diambil dari internet.
1.5 Sistematika Penulisan
Makalah ini disusun menjadi empat bab, yaitu bab
pendahuluan, bab pembahasan, kesimpulan dan bab penutup. Adapun bab pendahuluan
terbagi atas : latar belakang, rumusan makalah, tujuan dan manfaat penulisan,
metode penulisan, dan sistematika penulisan. Sedangkan bab pembahasan dibagi
berdasarkan subbab yang berkaitan dengan Ilmu Sosial Budaya Dasar. Ketiga bab
kesimpulan. Dan keempat
bab penutup.
BAB II
PEMBAHASAN
A. HAKIKAT
KERAGAMAN DAN KESETARAAN MANUSIA
1. Makna
Keragaman Manusia
Keragaman berasal dari kata ragam. Keragaman
menunjukkan adanya banyak macam, banyak jenis. Keragaman
manusia dimaksudkan bahwa setiap manusia memiliki perbedaan. Perbedaan itu ada
karena manusia adalah makhluk individu yang setiap individu memiliki ciri-ciri
khas tersendiri. Perbedaan itu terutama ditinjau dari sifat-sifat pribadi,
misalnya sikap, watak, kelakuan, temperamen, dan hasrat.
Selain makhluk individu, manusia juga makhluk sosial
yang membentuk kelompok persekutuan hidup. Tiap kelompok persekutuan hidup juga
beragam. Masyarakat sebagai persekutuan hidup itu berbeda dan beragam
karena ada perbedaan, misalnya
dalam ras, suku, agama, budaya, ekonomi, status
sosial, jenis
kelamin, jenis tempat
tinggal. Hal-hal demikian dikatakan sebagai unsur-unsur yang membentuk
keragaman dalam masyarakat. Keragaman individual maupun sosial adalah implikasi
dari kedudukan manusia,baik sebagai makhluk individu dan makhluk sosial.
2. Makna
Kesetaraan Manusia
Kesetaraan berasal dari kata setara atau sederajat.
Kesetaraan atau kesederajatan menunjukkan adanya tingkatan yang sama, kedudukan
yang sama, tidak lebih tinggi atau tidak lebih rendah antara satu sama lain.
Kesetaraan manusia bermakna bahwa manusia sebagai
makhluk Tuhan memiliki tingkat atau kedudukan yang sama. Semua manusia
diciptakan dengan kedudukan yang sama, yaitu sebagai makhluk mulia dan tinggi
derajatnya dibanding makhluk lain. Di hadapan Tuhan, semua manusia sama
derajatnya,kedudukan atau tingkatannya. Yang membedakan adalah tingkat
ketakwaan manusia tersebut terhadap Tuhan.
Kesetaraan atau kesederajatan tidak sekedar bermakna
adanya persamaan kedudukan manusia. Kesederajatan adalah suatu sikap mengakui
adanya persamaan derajat, persamaan hak, dan persamaan kewajiban sebagai sesama
manusia.
B.
KEMAJEMUKAN DALAM DINAMIKA SOSIAL BUDAYA
Keragaman yang terdapat dalam lingkungan sosial manusia
melahirkan masyarakat majemuk. Majemuk berarti banyak
ragam,beraneka,berjenis-jenis. Konsep masyarakat majemuk (plural society)
pertama kali dikenalkan oleh Furnivall tahun 1948 yang mengatakan bahwa ciri
utama masyarakatnya adalah berkehidupan secara berkelompok yang berdampingan
secara fisik, tetapi terpisah oleh kehidupan sosial dan tergabung dalam sebuah
satuan politik. Konsep ini merujuk pada masyarakat Indonesia masa kolonial.
Masyarakat Hindia Belanda waktu itu dalam pengelompokkan komunitasnya didasarkan
atas ras,etnik,ekonomi,dan agama.
Usman Pelly (1989) mengategorikan masyarakat majemuk
disuatu kota berdasarkan dua hal,yaitu pembelahan horizontal dan pembelahan
vertikal.
Secara
Horizontal, masyarakat majemuk dikelompokkan berdasarkan :
1. Etnik dan
rasa tau asal usul keturunan.
2. Bahasa
daerah
3. Adat
istiadat atau perilaku
4. Agama
5. Pakaian,
makanan, dan budaya material lainnya.
Secara
Vertikal, masyarakat majemuk dikelompokkan berdasarkan :
1. Penghasilan
atau ekonomi
2. Pendidikan
3. Pemukiman
4. Pekerjaan
5. Kedudukan
sosial politik.
Keragaman atau kemajemukan masyarakat terjadi karena
unsur-unsur seperti ras,etnik,agama,pekerjaan,penghasilan,pendidikan,dan
sebagainya.
1. Ras
Kata ras berasal dari bahasa Prancis dan Italia, yaitu
razza. Pertama kali istilah ras diperkenalkan Franqois Bernier,antropolog
Prancis, untuk mengemukakan gagasan tentang pembedaan manusia berdasarkan
ketegori atau karakteristik warna kulit dan bentuk wajah.
Berdasarkan karakteristik biologis, pada umumnya
manusia dikelompokkan dalam berbagai ras. Manusia dibedakan menurut bentuk
wajah,rambut,tinggi badan, dan karakteristik fisik lainnya. Jadi, ras adalah
perbedaan manusia menurut atau berdasarkan cirri fisik biologis.
Di dunia ini dihuni berbagai ras. Pada abad ke-19,
para ahli biologi membuat klasifikasi ras atas tiga kelompok,yaitu
Kaukasoid,Negroid,dan Mongoloid. Sedangkan Koentjaraningrat (1990) membagi ras
dunia ini dalam 10 kelompok,yaitu Kaukasoid, Mongoloid, Negroid, Australoid,
Polynesia, Melanisia, Micronesia, Ainu, Dravida, dan Bushmen. Orang-orang yang
tersebar di wilayah Indonesia termasuk dalam rumpun berbagai ras. Orang-orang
Indonesia bagian barat termasuk dalam ras Mongoloid Melayu, sedangkan
orang-orang yang tinggal di Papua termasuk ras Melanesia.
2. Etnik
atau Suku Bangsa
Koentjaraningrat (1990) menyatakan suku bangsa sebagai
kelompok social atau kesatuan hidup manusia yang memiliki sistem interaksi,
yang ada karena kontinuitas dan rasa identitas yang mempersatukan semua anggotanya
serta memiliki sistem kepemimpinan sendiri.
F. Baart (1988) menyatakan etnik adalah suatu kelompok
masyarakat yang sebagian besar secara biologis mampu berkembang biak dan
bertahan, mempunyai nilai budaya sama dan sadar akan kebersamaan dalam suatu bentuk
budaya, membentuk jaringan komunikasi dan interaksi sendiri, dan menentukan
sendiri ciri kelompok yang diterima kelompok lain dan dapat dibedakan dari
kelompok populasi lain.
Identitas kesukubangsaan antara lain dapat dilihat
dari unsur-unsur suku bangsa bawaan (etnictraits). Ciri-ciri tersebut meliputi
natalitas (kelahira) atau hubungan darah,kesamaan bahasa,kesamaan adat
istiadat,kesamaan kepercayaan (religi),kesamaan mitologi,kesamaan totemisme.
Jumlah etnik atau suku bangsa di Indonesia ada 400 buah.
Klasifikasi dari suku bangsa di Indonesia biasanya didasarkan sistem lingkaran
hukum adat. Van Vollenhoven mengemukakan adanya 19 lingkaran hukum adat
(Koentjaraningrat,1990). Jadi berdasarkan klasifikasi etnik secara nasional,
bangsa Indonesia adalah heterogen.
C. KEMAJEMUKAN
DAN KESETARAAN SEBAGAI KEKAYAAN SOSIAL BUDAYA BANGSA
1. Kemajemukan sebagai kekayaan Bangsa
Indonesia
Kemajemukan bangsa terutama karena adanya kemajemukan
etnik, disebut juga suku bangsa. Ada juga keragaman dalam hal ras,agama,golongan,tingkat
ekonomi, dan gender. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang multikultural
artinya memiliki banyak budaya.
Hampir setiap pulau-pulau besar di Indonesia memiliki
etnik yang lebih dari satu. Di Papua ditemukan kurang lebih 30 suku. Suku-suku
di Papua tersebut antara lain suku Biak, Hattam, Mapia, Dani, Asmat, Mamberamo,
dan suku Sentani. Beberapa suku merupakan suku mayoritas,seperti suku Jawa di
pulau Jawa dan suku minoritas seperti suku Badui di Jawa Barat dan suku Kubu di
Jambi.
Etnik atau suku merupakan identitas social budaya
seseorang. Artinya, identifikasi seseorang dapat dikenali dari bahasa, tradisi,
budaya, kepercayaan, dan pranata yang dijalani yang bersumber dari etnik
darimana ia berasal. Tetapi, dalam perkembangan berikutnya, identitas social
budaya seseorang tidak semata-mata ditentukan dari etniknya. Identitas
seseorang mungkin ditentukan dari golongan ekonomi, status sosial, tingkat
pendidikan, profesinya. Identitas etnik lama-kelamaan bisa hilang, misalnya
karena adanya perkawinan campur dan mobilitas yang tinggi.
Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang plural.
Plural artinya jamak, banyak ragam, atau majemuk. Kemajemukan masyarakat
Indonesia adalah suatu kenyataan atau fakta yang justru kita terima sebagai kekayaan
sosial budaya bangsa.
Kesadaran akan kemajemukan bangsa tersebut
sesungguhnya sudah tercermin dengan baik melalui semboyan bangsa kita, yaitu
Bhineka Tunggal Ika. Bhineka artinya aneka,berbeda-beda,banyak ragam. Tunggal
Ika menunjukkan semangat akan perlunya persatuan dari keanekaragaman tersebut.
Bhineka adalah kenyataan (das sein) sedang Ika adalah keinginan (das sollen).
Kemajemukan adalah karakteristik sosial budaya Indonesia. Selain kemajemukan,
karakteristik Indonesia yang lain adalah :
1. Jumlah penduduk yang besar
2. Wilayah yang
luas
3. Posisi
silang
4. Kekayaan
alam dan daerah tropis
5. Jumlah pulau
yang banyak
6. Persebaran
pulau
2.
Kesetaraan Sebagai Warga Bangsa Indonesia
Pengakuan akan prinsip kesetaraan dan kesederajatan
itu secara yuridis diakui dan dijamin oleh Negara melalui UUD 1945. Warga
Negara tanpa dilihat perbedaan ras, suku, agama dan budayanya diperlakukan sama
dan memiliki kedudukan yang sama dalam hukum dan pemerintahan. Hal ini
dinyatakan dalam Pasal 27 ayat 1 UUD 1945.
Persamaan di bidang politik misalnya memperoleh
kesempatan sama untuk warga Negara memilih dan dipilih,berkesempatan untuk
berpartisipasi dalam kehidupan politik Negara.
Persamaan di depan hukum atau equality before of law
mengharuskan setiap warga Negara diperlakukan sama dan adil. Prinsip persamaan
warga negara di depan hukum atau equality before of law adalah jaminan atas
harkat dan martabatnya sebagai manusia. Hukum bertujuan untuk menegakkan
keadilan dan ketertiban.
Persamaan di bidang ekonomi adalah setiap warga negara
mendapat kesempatan yang sama untuk mendapatkan kesejahteraan ekonomi.Warga
negara yang kurang mampu, negara wajib memberikan bantuan agar bisa hidup
sejahtera. Demokrasi ekonomi mengharapakan distribusi yang adil dalam hal
pendapatan dan kekayaan.
Persamaan di bidang social budaya itu meliputi bidang
agama, pendidikan, kesehatan, kebudayaan, seni dan iptek. Persamaan warga
negara di bidang sosial budaya berarti warga negara memiliki kesempatan, hak
dari pemerintah. Negara tidak membeda-bedakan kelas sosial, status sosial, ras,
suku, dan agama dalam memberikan pelayanan.
Dengan demikian, secara yuridis maupun politis, segala
warga negara memiliki persamaan kedudukan, baik dalam bidang politik, hokum,
pemerintahan, ekonomi, dan sosial. Negara tidak boleh membeda-bedakan kedudukan
warga negara tersebut terutama dalam hal kesempatan. Kesempatan yang sama bagi
semua warga negara tersebut dalam berbagai bidang kehidupan berlaku tanpa
membedakan unsur-unsur primodial dari warga negara itu sendiri. Primodial
artinya hal-hal yang berkaitan dengan asal atau awal seseorang, misalnya suku,
agama, ras, kelompok, sejarah.
D.
PROBLEMATIKA KERAGAMAN DAN KESETARAAN SERTA SOLUSINYA DALAM KEHIDUPAN
1.
Problematika Keragaman Serta Solusinya Dalam Kehidupan
Keragaman masyarakat adalah suatu kenyataan sekaligus
kekayaan dari bangsa.
Van De Berghe menjelaskan bahwa masyarakat majemuk
atau masyarakat yang beragam selalu memiliki sifat-sifat dasar sebagai berikut
:
a. Terjadinya
segmentasi ke dalam kelompok yang sering kali memiliki kebudayaan yang berbeda.
b. Memiliki
struktur social yang terbagi-bagi ke dalam lembaga-lembaga yang bersifat
nonkomplementer.
c. Kurang
mengembangkan consensus diantara para anggota masyarakat tentang nilai-nilai
social yang bersifa dasar.
d. Secara
relative, sering kali terjadi konflik diantara kelompok yang satu dengan yang
lain.
e. Secara
relative, integrasi social tumbuh diatas paksaan dan saling ketergantungan di
dalam bidang ekonomi.
f. Adanya
dominasi politik oleh suatu kelompok terhadap kelompok yang lain.
Keragaman budaya daerah memang memperkaya khazanah
budaya dan menjadi modal yang berharga untuk membangun Indonesia yang
multikultural. Tetapi, kondisi aneka budaya itu sangat berpotensi memecah belah
dan menjadi lahan subur bagi konflik dan kecemburuan sosial.
Konflik atau pertentangan sebenarnya terdiri atas dua
fase, yaitu fase disharmoni dan fase disintegrasi. Disharmoni menunjuk pada
adanya perbedaan tentang tujuan, nilai, norma, dan tindakan antarkelompok.
Disintegrasi merupakan fase dimana sudah tidak dapat lagi disatukan pandangan,
nilai, norma, dan tindakan kelompok yang menyebabkan pertentangan antar
kelompok.
Salah satu hal penting dalam meningkatkan pemahaman
antarbudaya dan masyarakat ini adalah sedapat mungkin dihilangkan
penyakit-penyakit budaya. Penyakit budaya tersebut adalah etnosentrisme
stereotip, prasangka, rasisme, diskriminasi, dan scape goating.
Etnosentrisme atau sikap etnosentris diartikan sebagai
suatu kecenderungan yang melihat nilai atu norma kebudayaan sendiri sebagai
suatu yang mutlak sereta menggunakannya sebagai tolok ukur kebudayaan lain.
Etnosentrisme adalah kecenderungan untuk menetapkan semua norma dan nilai
budaya orang lain dengan standar budayanya sendiri.
Stereotip adalah pemberian tertentu terhadap seseorang
berdasarkan kategori yang bersifat subjektif. Pemberian sifat itu bisa positif
maupun negatif. Allan G Johnson menegaskan bahwa stereotip adalah keyakinan
seseorang untuk menggeneralisasikan sifat-sifat tertentu yang cenderung negatif
tentang orang lain karena dipengaruhi oelh pengetahuan dan pengalaman tertentu.
Keyakinan ini menimbulkan penilaian yang cenderung negatif atau bahkan
merendahkan kelompok lain. Yang termasuk problematika yang perlu diatasi adalah
stereotip yang negatif atau memandang rendah kelompok lain. Konsep stereotip
ini dalam bentuk lain disebut stigma atau cacat. Stigmatisasi oleh sekelompok
orang kepada kelompok lain cenderung negatif.
Hal-hal yang dapat dilakukan untuk memperkecil masalah
yang diakibatkan oleh pengaruh negatif dari keragaman, yaitu :
1. Semangat
religious
2. Semangat
nasionalisme
3. Semangat
pluralisme
4. Semangat
humanism
5. Dialaog
antar umat beragama
6. Membangun
suatu pola komunikasi untuk interaksi maupun konfigurasi hubungan antaragama,
media massa, dan harmonisasi dunia.
2. Problem
Kesetaraan serta Solusinya dalam Kehidupan
Kesederajatan atau kesetaraan adalah suatu sikap untuk
mengakui adanya persamaan derajat, hak, dan kewajiban sebagai sesame manusia.
Indikator kesedarajatan adalah sebagai berikut :
a. Adanya
persamaan derajat dilihat dari agama, suku bangsa, ras, gender, dan golongan
b. Adanya
persamaan hak dari segi pendidikan, pekerjaan, dan kehidupan yang layak.
c. Adanya
persamaan kewajiban sebagai hamba Tuhan, individu, dan anggota masyarakat.
Problema yang terjadi dalam kehidupan, umumnya adalah
munculnya sikap dan perilaku untuk tidak mengakui adanya persamaan derajat,
hak, dan kewajiban anatr manusia atau antar warga. Perilaku yang
membeda-bedakan orang disebut diskriminasi.
Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang HAM menyatakan
bahwa diskriminasi adalah setiap pembatasan, pelecehan, yang langsung ataupun
tak langsung didasarkan pada pembedaan manusia atas dasar agama, suku, ras,
etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin,
bahasa, dan keyakinan politik, yang berakibat pada pengurangan, penyimpangan,
atau penghapusan pengakuan, pelaksanaan, atau penggunaan HAM dan kebebasan
dasar dalam kehidupan baik individu maupun kolektif dalam bidang politik,
ekonomi, hokum, social, budaya, dan aspek kehidupan lainnya.
Program pembangunan jangka menengah nasional (RPJMM)
2004-2009 memasukkan program penghapusan diskriminasi dalam berbagai bentuk
sebagai program pembangunan bangsa. Berkaitan dengan ini, arah kebijakan yang
diambil adalah sebagai berikut :
a. Meningkatkan
upaya penghapusan segala bentuk diskriminasi termasuk ketidakadilan gender
bahwa setiap warga negara memiliki kedudukan yang sama dihadapan hukum tanpa
terkecuali.
b. Menerapkan
hukum dengan adil melalui perbaikan system hokum yang professional, bersih, dan
berwibawa.
Faktor penyebab diskriminasi
adalah;
1. Persaingan yang ketat dalam kehidupan,
permasalahan ekonomi, tekanan dan intimidasi.
2. Ketidak berdayaan golongan miskin.
Penghapusan diskriminasi dilakukan melalui pembuatan
peraturan perundang-undangan yang anti diskriminitif serta
pengimplementasiannya di lapangan. Contohnya adalah Undang-undang No. 7 Tahun
1984 tentang Ratifikasi atas Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala
Bentuk Dikriminasi Terhadap Perempuan. Contoh lain adalah dengan
diberlakukannya Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1999 yang merupakan ratifikasi
atau Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi
Rasial.
Pada tataran operasional, upaya mewujudkan persamaan
di depan hokum dan penghapusan diskriminasi rasial antara lain ditandai dengan
penghapusan Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia (SBKRI) melalui
Keputusan Presiden No. 56 Tahun 1996 dan Instruksi Presiden No. 4 Tahun 1999.
Untuk mencegah terjadinya perilaku diskriminatif dalam
rumah tangga, antara lain telah ditetapkan Undang-Undang No. 23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Tahun 2004 tentang Penghapusan
Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).
Bab III
KESIMPULAN
1. Keragaman manusia dimaksudkan bahwa setiap manusia
memiliki perbedaan. Perbedaan itu ada karena manusia adalah makhluk individu
yang setiap individu memiliki ciri-ciri khas tersendiri. Perbedaan itu terutama
ditinjau dari sifat-sifat pribadi, misalnya sikap, watak, kelakuan, temperamen,
dan hasrat.
2. Kesetaraan berasal dari kata setara atau sederajat.
Kesetaraan atau kesederajatan menunjukkan adanya tingkatan yang sama, kedudukan
yang sama, tidak lebih tinggi atau tidak lebih rendah antara satu sama lain.
Kesetaraan manusia bermakna bahwa manusia sebagai
makhluk Tuhan memiliki tingkat atau kedudukan yang sama. Semua manusia
diciptakan dengan kedudukan yang sama, yaitu sebagai makhluk mulia dan tinggi derajatnya
dibanding makhluk lain. Di hadapan Tuhan, semua manusia sama
derajatnya,kedudukan atau tingkatannya. Yang membedakan adalah tingkat
ketakwaan manusia tersebut terhadap Tuhan.
Daftar
Pustaka
Drs. Herimanto, M.Pd., M. Si.,
Winarno,S.Pd.M.Si..2008.”Ilmu Sosial dan Budaya Dasar”.Jakarta: PT Bumi Aksara
Dr.Elly M.Setiadi,M.Si
dkk.2012.”Ilmu Sosial dan Budaya Dasar”. Jakarta: Prenada Media Group.
Langganan:
Postingan (Atom)