Bab
I
Pendahuluan
Perkembangan
dunia yang semakin maju dan peradaban manusia yang gemilang sebagai refleksi
dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, persoalan-persoalan norma dan
hukum kemasyarakatan dunia bisa bergeser sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi
masyarakat yang bersangkutan. Kebutuhan dan aspirasi masyarakat menempati
kedudukan yang tinggi.Apabila terjadi pergeseran nilai dalam masyarakat,
interpretasi terhadap hukum juga bisa berubah.
Akibat gerakan
kebebasan, masyarakat barat yang menganut sistem demokrasi liberal dimana hak
individu sangat dijunjung tinggi dan nilai-nilai moral telah terlepas dari
poros agama (gereja), ditandai dengan berkembangnya paham sekularisme.Siapapun
(termasuk pemerintah) tidak boleh mencampuri dan mengganggu hak individu.
Masalah euthanasia
telah lama dipertimbangkan oleh kalangan kedokteran dan para praktisi hukum di
negara-negara barat. Pro dan kontra terhadap euthanasia itu masih berlangsung
ketika dikaitkan dengan pertanyaan bahwa menentukan mati itu hak siapa dan dari
sudut mana ia harus melihat.
Bab
II
Pembahasan
A.
Pengertian euthanasia dan macam-macamnya
Euthanasia
berasal dari kata yunani eu : baik dan thanatos : mati. Maksudnya
adalah mengakhiri hidup dengan cara yang mudah tanpa rasa sakit.
Euthanasia
sering disebut :mercy killing (mati dengan tenang). Euthanasia bisa
muncul dari keinginan pasien sendiri, permintaan dari keluarga dengan
persetujuan pasien (bila pasien masih sadar), atau tanpa persetujuan pasien
(bila pasien sudah tidak sadar).
Tindakan
euthanasia dikategorikan menjadi 2 :
- Aktif
- Pasif
Euthanasia aktif
adalah : suatu tindakan mempercepat proses kematian, baik dengan memberikan
suntikan maupun melepaskan alat-alat pembantu medika, seperti : melepaskan
saluran zat asam, melepas alat pemacu jantung dan lain-lain. Yang termasuk
tindakan mempercepat proses kematian disini adalah : jika kondisi pasien,
berdasarkan ukuran dan pengalaman medis masih menunjukkan adanya harapan hidup.
Tanda-tanda kehidupan masih terdapat pada penderita ketika tindakan itu
dilakukan.
Euthanasia pasif
adalah : suatu tindakan membiarkan pasien/penderita yang dalam keadaan tidak
sadar (comma), karena berdasarkan pengamalan maupun ukuran medis sudah
tidak ada harapan hidup, atau tanda-tanda kehidupan tidak terdapat lagi
padanya, mungkin karena salah satu organ pentingnya sudah rusak atau lemah seperti
: bocornya pembuluh darah yang menghubungkan ke otak (stroke) akibat
tekanan darah terlalu tinggi, tidak berfungsinya jantung.
B.
Kriteria mati
Apabila nadi
tidak bergerak, maka jantung sudah tidak berfungsi, karena jantung merupakan
alat pemompa darah ke seluruh tubuh.Bahwa jantung ternyata digerakkan oleh
pusat saraf penggerak yang terletak pada bagian batang otak kepala.
Apabila terjadi
perdarahan pada batang otak, maka denyut jantung terganggu.Tetap perdarahan
pada otak yang bersangkutan tidak mati, kata prof. Dr. Mahar Mardjono (eks
rektor ui).Jadi, kalau hanya terjadi perdarahan pada otak, penderita tidak
mati, jika batang otak betul-betul mati, maka harapan hidup seseorang sudah
terputus.
Menurut dr.
Yusuf Misbach (ahli saraf) terdapat 2 macam kematian otak yaitu kematian
korteks otak yang merupakan pusat kegiatan intelektual dan kematian batang
otak. Kerusakan batang otak lebih fatal karena terdapat pusat saraf penggerak
motor semua saraf tubuh. Menurut dr. Kartono muhammad (wakil ketua ikatan
dokter indonesia) mengatakan seseorang mati bila batang otak menggerakkan
jantung dan paru-paru tidak berfungsi lagi.
Para fuqaha
menurut dr. Peunoh Daly menentukan ukuran hidup matinya seseorang dengan empat
fenomena. Pertama, adanya gerak/nafas, gerakan sedikit/banyak.Kedua, adanya
suara maupun bunyi, yang terdapat pada mulut, jeritan tangis, dan rasa
haus.Ketiga, mempunyai kemampuan berfikir terutama bagi orang dewasa. Keempat,
mempunyai kemampuan merasakan lewat panca indra dan hati.
Kriteria yang dikemukakan
fuqaha yaitu kriteria pertama dan kedua masih belum menjamin, karena sering
orang tidak bernafas dan tidak bersuara pada saat comma.Sedangkan kriteria
ketiga yaitu kemampuan berfikir, hanya salah satu vitalitas otak.Kerusakan
organ tidak fatal masih bisa dioperasi.Kriteria keempat, sulit dideteksi dengan
menggunakan alat canggih.
Keempat kriteria
dapat diterapkan di tempat yang tidak ada alat ukur seperti disebutkan prof.
Mahar.
C.
Euthanasia menurut KUHP dan kode etik kedokteran
Prinsip umum UU
hukum pidana (kuhp) yang berkaitan dengan masalah jiwa manusia adalah
memberikan perlindungan, sehingga hak untuk hidup secara wajar sebagaimana
harkat kemanusiaannya menjadi terjamin.
Di dalam pasal
344 kuhp dinyatakan : “barang siapa menghilangkan jiwa orang lain atas
permintaan orang itu sendiri, yang disebutkannya dengan nyata dan dengan
sungguh-sungguh, dihukum penjara selama-lamanya 12 tahun”.
Berdasarkan
pasal ini, seorang dokter bisa dituntut oleh penegak hukum, apabila ia
melakukan euthanasia, walaupun atas permintaan pasien dan keluarga yang
bersangkutan, karena perbuatan tersebut merupakan perbuatan melawan hukum.
Mungkin saja
dokter atau keluarga terlepas dari tuntutan pasal 344 ini, tetapi ia tidak bisa
melepaskan diri dari tuntutan pasal 388 yang berbunyi : “barang siapa dengan
sengaja menghilangkan jiwa orang lain, dihukum karena makar mati, dengan
hukuman penjara selama-lamanya 15 tahun”. Dokter bisa diberhentikan dari
jabatannya, karena melanggar kode etik kedokteran. Keputusan menteri kesehatan
nomor : 434/men.kes/sk/x/1983 pasal 10 menyebutkan : “setiap dokter harus
senantiasa mengingat akan kewajibannya untuk melindungi ‘hidup’ makhluk
insani”.
Menurut etik
kedokteran, seorang dokter tidak dibolehkan :
- Menggugurkan kandungan (abortus provocatus)
- Mengakhiri hidup seorang penderita, yang menurut ilmu dan pengalaman tidak akan mungkin sembuh lagi.
Seorang dokter
harus mengerahkan segala kepandaiannya dan kemampuannya untuk meringankan
penderitaan dan memelihara hidup manusia (pasien), tetapi tidak untuk
mengakhirinya.
D.
Euthanasia dalam tinjauan hukum islam
- Kedudukan jiwa dalam islam
Islam sangat
menghargai jiwa, lebih-lebih terhadap jiwa manusia.Cukup banyak ayat Al-Qur’an
maupun Hadits yang mengharuskan kita untuk menghormati dan memelihara jiwa
manusia (hifzh al nafs). Jiwa, meskipun merupakan hak asasi manusia,
tetapi ia adalah anugerah allah swt.
Di antara
firman-firman Allah SWT yang menyinggung soal jiwa atau “nafs” itu
adalah :
a.
Surat Al-hijr ayat 23 :
Artinya :
“dan sesungguhnya benar-benar kami-lah yang menghidupkan dan
mematikan, dan kami (pulalah) yang mewarisi”.
b.
Surat Al-najm ayat 44 :
Artinya :
“dan bahwasanya dia-lah (allah) yang mematikan dan
menghidupkan”.
Tindakan merusak
maupun menghilangkan jiwa milik orang lain maupun jiwa milik sendiri adalah
perbuatan melawan hukum Allah. Begitu besarnya penghargaan islam terhadap jiwa,
sehingga segala perbuatan yang merusak atau menghilangkan jiwa manusia, diancam
dengan hukuman yang setimpal (qishash atau diyat).
- Euthanasia dalam hubungannya dengan jarimah mati
Yang menjadi
unsur-unsur jarimah itu secara umum adalah :
Ø
nash”
yang melarang perbuatan itu dan memberikan ancaman hukuman terhadapnya. Ini
disebut sebagai unsur formal (rukun syar’i).
Ø
“tindakan” yang
membentuk suatu perbuatan jarimah, baik perbuatan nyata maupun sikap “tidak
berbuat”. Unsur ini disebut unsur material (rukun maddi).
Ø
“pelaku” yang mukallaf,
yaitu orang yang dapat dimintai pertanggung-jawaban terhadap jarimah yang
dilakukannya. Ini disebut unsur moral (rukun abadi).
Dari segi nash
islam memang secara tegas melarang pembunuhan. Aspek tindakan sebagai unsur
kedua sudah jelas ada.Karena biasanya upaya untuk mengurangi beban pasien dalam
penderitaannya melalui suntikan dengan bahan pelemah fungsi saraf dalam dosis
tertentu (neurasthenia).
Terjadinya
euthanasia aktif tidak terlepas dari pertimbangan-pertimbangan berikut :
Ø
Dari pihak pasien, yang
meminta kepada dokter karena merasa tidak tahan lagi menderita sakit karena
penyakit yang dideritanya terlalu gawat dan sudah lama. Pasien juga
mempertimbangkan masalah ekonomi. Atau pasien sudah tahu bahwa ajalnya sudah
dekat, harapan untuk sembuh terlalu jauh, maka supaya matinya tidak merasa
sakit, dia meminta jalan yang lebih “nyaman” yaitu melalui euthanasia.
Ø
Dari pihak
keluarga/wali, yang merasa kasihan atas penderitaan pasien.
Ø
“kemungkinan lain” bisa
terjadi, bahwa pihak keluarga bekerjasama dengan dokter untuk mempercepat
kematian pasien.
Masalahnya
adalah sejauh mana atau dalam hal apa saja nyawa seseorang bisa/boleh dihabisi.
Untuk ini Allah telah menggariskannya melalui firman-nya dalam surat al-isra
ayat 33 (juga al-an’am : 151).
Artinya :
“dan
jangan kamu membunuh jiwa yang diharamkan allah, melainkan dengan suatu
(alasan) yang benar”.
Syeikh Ahmad
Musthafa Al-maraghi menjelaskan bahwa pembunuhan (mengakhiri hidup) seseorang
bisa dilakukan apabila disebabkan oleh salah satu dari 3 sebab :
1.
Karena pembunuhan oleh salah seseorang secara zalim.
2.
Janda secara nyata berbuat zina, yang diketahui oleh empat orang saksi.
3.
Orang yang keluar dari agama islam, sebagai suatu sikap menentang jama’ah
islam.
Sakit adalah
satu bentuk uji kesabaran, sehingga tidaklah tepat kalau diselesaikan dengan
mengakhiri diri sendiri melalui euthanasia (aktif). Syeikh muhammad yusuf
al-qardhawi mengatakan, bahwa kehidupan manusia bukan menjadi hak milik
pribadi, sebab dia tidak dapat menciptakan dirinya (jiwanya). Oleh karena itu
ia tidak boleh diabaikan, apalagi dilepaskan dari kehidupannya.
Islam tidak
membenarkan dalam situasi apapun untuk melepaskan nyawanya hanya karena ada
musibah.Seorang mukmin diciptakan justru untuk berjuang, bukan untuk lari dari
kenyataan. Dalam hal ini syeikh mahmud syaltut memberikan pembahasan yang
ringkasnya bahwa para ahli fiqh berbeda pendapat mengenai suatu kejahatan
disuruh sendiri oleh si korban atau oleh walinya. Bahwa perintah korban dapat
menggugurkan qishash terhadap pelaku.
Mempercepat
kematian tidak dibenarkan.Tugas dokter adalah menyembuhkan, bukan membunuh.Kalau
dokter tidak sanggup, kembalikan kepada keluarga.Sedangkan terhadap euthanasia
pasif, para ahli, baik dari kalangan kedokteran, ahli hukum pidana, maupun para
ulama sepakat membolehkan.
Kebolehan
euthanasia pasif itu didasarkan atas pertimbangan bahwa pasien sebenarnya
memang sudah tidak memiliki fungsi organ-organ yang memberi kepastian
hidup.Kalaupun ada harapan, umpamanya karena salah satu dari 3 organ utama yang
tidak berfungsi, yaitu jantung, paru-paru, korteks otak (otak besar, bukan batang
otak), maka berarti masih bisa dilakukan pengobatan bagi pasien yang berada di
rs yang lengkap peralatannya.Tetapi bila pasien berada di rs yang sederhana,
sehingga usaha untuk mengatasi kerusakan salah satu dari yang disebutkan itu,
atau biaya untuk meneruskan pengobatan ke rs yang lebih lengkap.Allah tidak
memberikan beban kewajiban yang manusia tidak sanggup memikulnya.Yang penting
disini tidak ada unsur kesengajaan untuk mempercepat kematian pasien.
Kalau kerusakan
terjadi pada batang otak, maka seluruh organ lainnya akan terhenti pula
fungsinya. Memang bisa terjadi, ketika batang otak telah rusak, tetapi jantung
masih berdenyut.Apalagi jika batang otak sudah mengalami pembusukan.Maka dalam
kondisi yang demikian, tindakan euthanasia pasif boleh dilaksanakan, umpamanya
dengan mencabut selang pernafasan, masker oksigen, pemacu jantung, saluran
infus dsb.Maksudnya hanya sebagai langkah menyempurnakan kematian.
Bab
III
Penutup
A.
Kesimpulan
Berdasarkan
uraian terdahulu, maka dapatlah ditarik kesimpulan sebagai berikut :
- Yang berhak mengakhiri hidup seseorang hanyalah allah swt. Oleh karena itu, orang yang mengakhiri hidupnya dengan cara dan alasan yang bertentangan dengan ketentuan agama (tidak bilhaq), seperti euthanasia aktif, adalah perbuatan bunuh diri, yang diharamkan dan diancam allah dengan hukuman neraka selama-lamanya.
- Euthanasia aktif tetap dilarang, baik dilihat dari segi kode etik kedokteran, undang-undang hukum pidana, lebih-lebih menurut islam yang menghukumnya dengan haram. Terhadap keluarga yang menyuruh, maupun dokter yang melaksanakan, dipandang sebagai pelaku pembunuhan sengaja. Sedangkan dokter yang melaksanakan euthanasia aktif atas permintaan pasien, dipandang sebagai membantu terlaksananya bunuh diri.
- Euthanasia pasif diperbolehkan, yaitu sepanjang kondisi organ utama pasien berupa batang otaknya sudah mengalami kerusakan fatal. Sedangkan kerusakan organ jantung, paru-paru, dan korteks, dalam dunia kedokteran sekarang masih bisa diatasi. Maka tindakan euthanasia terhadap pasien dalam kondisi seperti ini sama dengan pembunuhan.
B.
Saran-saran
Untuk menghadapi
beberapa masalah yang berkaitan dengan adanya euthanasia ini, perlu kiranya
dikemukakan saran-saran berikut :
- Jika pertimbangan kemampuan untuk memperoleh layanan medis yang lebih baik tidak memungkinkan lagi, baik karena biaya maupun karena rumah sakit yang lebih lengkap terlalu jauh, maka dapat dilakukan dua cara :
a.
Menghentikan perawatan/pengobatan, artinya membawa pasien pulang ke rumah.
b.
Membiarkan pasien dalam perawatan seadanya, tanpa ada maksud melalaikannya,
apalagi menghendaki kematiannya.
- Umat islam diharapkan tetap berpegang teguh pada kepercayaannya yang memandang segala musibah (termasuk menderita sakit) sebagai ketentuan yang datang dari Allah.
- Para dokter diharapkan tetap berpegang pada kode etik kedokteran dan sumpah jabatannya, sehingga tindakan yang mengarah kepada percepatan proses kematian bisa dihindari.
Daftar
pustaka
Nugroho,f.
2008. Euthanasia dalam tinjauan hukum pidana islam. Solo: fakultas
hukum universitas muhammadiyah surakarta.
Rietveld, r.
2003. Methods of euthanasia: on farm euthanasia of cattle and
Setiatin, e.t.
2004. Euthanasia: tinjauan etik pada hewan. Makalah tidak diterbitkan. Bogor:
sekolah pasca sarjana ipb.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar